Pages

Apr 3, 2015

Main Sepeda di Pulau Ubin, Singapura




"Di Singapura masih ada kampung? Yang bener?!" Tanya saya tiga perempat tak percaya Pada Diyan.

"Iya, di Pulau Ubin. Nyeberang sedikit dari pulau utama, kata Zie," Diyan menjelaskan.

Dua hal baru sekaligus saya ketahui dari pembicaraan singkat ini, yaitu bahwa Singapura tidak seluruhnya modern dan tidak terdiri dari hanya satu pulau. Sedangkan Zie adalah teman Diyan yang asli orang Singapura dan berdomisili di sana, jadi rasanya informasi ini bisa dipercaya.

Sejak mengetahui tentang keberadaan kampung yang tersisa di rimba beton Singapura, kami bertekad untuk melihat langsung ke lokasinya. Begitu membeli tiket Garuda Indonesia lumayan murah di pameran #GATF2014, kami memasukkan Pulau Ubin dalam rencana perjalanan.




Niat tinggal niat, di Pulau Ubin kami malah tidak sempat menjelajahi kampungnya. Kala itu, hari Minggu di penghujung bulan Januari, kami berangkat agak kesiangan dari penginapan. Sedangkan jam 4 sore kami sudah harus kembali ke pulau utama karena ingin menikmati senja di Gardens By The Bay.

Begitu sampai di dermaga Pulau Ubin, matahari terasa sangat galak, mencakar-cakar kulit dengan sinarnya. Hal pertama yang kami lakukan, berteduh sekaligus makan siang. Setelah cukup mengumpulkan niat untuk menerjang terik matahari, kami memilih sepeda di tempat penyewaan. Girang sekali rasanya karena kami sudah rindu main sepeda. Terakhir kali bersepeda mungkin pas kami di Bagan, 1,5 tahun yang lalu.

Bersepeda dari area dermaga, kami mengikuti rute yang sudah tersedia. Jalan aspalnya bagus, sebagian besar mulus, dan terpasang penunjuk arah di setiap persimpangan. Sebagian jalan kecil di tepi pantai masih berupa tanah dan kerikil, terbentang rapi di antara semak dan pepohonan. Karena tidak siap dengan informasi detail tentang pulau ini, kami asal-asalan memilih rute. Kadang kami memilih rute ke lokasi kamping, pantai, atau taman, tapi sayangnya tak ada pilihan ‘kampung’ atau ‘village’. Kami sama sekali buta akan lokasi kampung yang ingin kami kunjungi. Tadinya kami kira Pulau Ubin ini kecil sekali dan begitu sampai akan ketahuan di mana kampungnya, ternyata tidak. Entah kenapa, saat itu kami pun tidak terlintas pikiran untuk bertanya pada siapa-siapa.

Sekitar dua jam berlalu, kami tak kunjung menemukan si kampung. Memang sih, kami bersepeda dengan rute yang tidak linear. Kami mengacak saja, malah kadang berbalik arah untuk kemudian mengikuti rute baru lagi. Namun begitu, tetap saja kami menikmati tiap gowesan sepeda, terpaan angin, dan hijau daun yang kami lewati. Tak jarang kami pun berpapasan dengan pengunjung lain, bahkan pekerja bangunan yang naik mobil pick-up.





Sebuah danau menjadi daya tarik wisata di Pulau Ubin. Danau ini terbentuk dari galian granit sejak tahun 1800-an, dan dari situlah nama Pulau Ubin berasal. Walaupun indah, danau ini bukan untuk berenang. Pengunjung cuma bisa berdiri di belakang pagar sambil menikmati pemandangan danau yang tenang dan burung-burung bangau di kejauhan. Saya pikir-pikir sekarang, sebenarnya pemandangan danau ini tidak terlalu memesona, apalagi kalau dibandingkan pemandangan alam yang sering saya lihat di Indonesia. Tapi karena tidak menyangka akan melihat danau di Pulau Ubin, takjub juga rasanya.

Berikutnya, kami menemukan sebuah kejutan lain di Pulau Ubin, yaitu Sensory Trail. Sekilas terlihat seperti kebun biasa, tapi ada konsep di belakangnya. Semua tanaman di Sensory Trail memiliki odor atau tekstur yang khas, seperti durian, belimbing wuluh, rambutan, dan pandan. Menurut artikel yang saya baca di sini, Sensory Trail dibuat untuk memfasilitasi mereka yang tuna netra. Duh, kalau begitu, mestinya waktu itu saya berjalan di sana sambil menutup mata! Eh, tapi, kalau tertusuk kulit durian, manyun juga, sih.

Bersepeda 2-3 gowes saja dari Sensory Trail, saya sampai di taman berpagar dengan gapura bertuliskan “Vegetables, Herbs and Spices Garden”. Tanaman di situ berupa mint, lengkuas, jahe, dan banyak lagi. Terus terang, saya bukan penggemar tumbuh-tumbuhan, dan selalu sulit membedakan jahe, laos, lengkuas, ataupun daun mint dengan daun ketumbar, sereh dengan daun bawang. Bagi kamu penggemar tanaman dan bumbu, mungkin kamu bisa betah berlama-lama di sini. Atau bawa panci dan air panas sekalian, lalu masak sop.



Hari sudah semakin sore, kami bergegas menyusuri jalan setapak di antara pepohonan rimbun menuju tempat penyewaan sepeda. Saya suka si Uncle pemilik sepeda ini karena dia ramah, tidak seperti kebanyakan pedagang yang saya temukan di Singapura. Dari sana, kami berjalan kaki tak sampai lima menit ke pantai di sisi dermaga. Anak-anak kecil sedang bermain pasir, turis-turis berfoto di atas bebatuan besar. Melihat pantai sempit yang biasa banget ini, saya bersyukur sekali tinggal di Indonesia. Tapi harus saya akui, pantai di Pulau Ubin ini terjaga kebersihannya. Tak ada sedikitpun sampah yang terlihat. Hebat! Sepertinya di situ juga berlaku “Singapor fine” yang terkenal itu.


Walaupun kami gagal menemukan kampung, bermain di Pulau Ubin memiliki keasyikannya tersendiri. Bagi saya, rasanya seperti bermain di sebuah taman terawat yang besar sekali. Namun, akan lebih afdol jika saya sempat menjelajahi Pulau Ubin lebih lama lagi. Mungkin lain kali!





Catatan


  • Terdapat beberapa tempat makan di sekitar dermaga. Satu di antaranya besar dan ramai, tapi pelayanannya lama.
  • Pilihan untuk keliling Pulau Ubin: sewa sepeda atau mobil van. Penyewaan sepeda mudah ditemukan di dermaga dan sekitarnya. Harga sewa sepeda S$8/hari.



Menuju Pulau Ubin

  • Pulau Ubin terletak di Timur Laut Singapura.
  • Menyeberang ke Pulau Ubin dari Changi Ferry Point di Changi Village. Untuk menuju Changi Ferry Point jika naik MRT, kamu bisa berhenti di stasiun Tana Merah. Lalu sambung dengan Bus 2 di Exit B, yang menuju ke Changi Village. Perjalanan naik bus ini lamanya sekitar satu jam saja! Jangan takut tertidur di bus karena Changi Ferry Point adalah pemberhentian terakhir Bus 2.
  • Penyeberangan menggunakan bumboat selama sekitar 15 menit. Tiap bumboat memuat maksimal 12 penumpang, dengan tarif S$2,5 per orang. Biasanya bumboat ngetem hingga penumpang penuh. Jika kamu ke Pulau Ubin pada akhir pekan, tidak akan lama menunggu bumboat berangkat karena banyak turis ke sana.
  • Bumboat terakhir dari Pulau Ubin ke pulau utama berangkat jam 7 malam. Berangkat pertama dari arah sebaliknya? Waduh, saya lupa jam berapa.





Baca juga cerita-cerita saya lainnya dari trip yang sama ke Singapura:




3 comments:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload music, foto-foto, video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete
  2. Sepedaan di pulau ubin ya, asik juga itu :D Baru ngerti kalau singapore punya destinasi macam gini. Padahal udah pernah kesana dua kali euy~

    ReplyDelete
    Replies
    1. gue juga termasuk telat tau tentang Pulau Ubin! tapi.. never too late to bike there..hahaha

      Delete