Feb 7, 2017

Makanan Lokal VS Makanan Favorit



Setiap traveling, saya selalu berusaha mencoba makanan lokal, terutama jika itu tempat baru bagi saya. Kadang gagal, alias saya nggak suka makanannya, kadang sukses alias nagih dan terbayang-bayang terus sampai saya balik lagi ke Jakarta. Kadang dulu suka, pas balik lagi ke tempat itu ternyata saya sudah berubah selera.

Beberapa kali saya makan gudeg di macam-macam tempat di Yogyakarta, dan saya suka banget. Tapi dalam kunjungan ke Yogyakarta akhir tahun lalu, gudeg yang saya makan di Wijilan rasanya terlalu manis.



Pertama kali mencicipi dawet telasih di Pasar Gede, Solo, saya langsung jatuh cinta. Dan rasa itu masih ada ketika saya makan dawet telasih kedua kalinya di tempat yang sama, selang beberapa tahun.

Konro Karebosi di Makassar, nggak pernah gagal. Ayam rica-rica di Manado, enaknya (dan siksaannya) sampai ke ubun-ubun. Nasi ayam Hainan di Singapura, selalu enak. Pho asli di Vietnam, ada yang enak, ada yang biasa saja, saya lupa detailnya. Gyros di Yunani, enak kalau nggak sering-sering makannya.





Saya sendiri bukan orang yang bisa detail kalau membahas makanan. Sejujurnya, jarang ada makanan yang nggak enak buat saya. Kebanyakan makanan itu B (biasa aja), enak, atau “nambah dong!”. Jadi, saya juga bukan orang yang rewel soal makanan kalau sedang bepergian ke luar kota atau luar negeri. Yang bikin saya rewel itu biasanya kalau telat makan atau porsinya terlalu sedikit.

TAPI. Walaupun saya cukup easy going dalam hal makan, saya punya comfort food. Nggak spesifik menunya apa, tapi dia adalah MAKANAN PADANG. Eh, sebenarnya makanan Minang sih, tapi kita sudah biasa menyebutnya makanan Padang, jadi ya sudahlah.

Jadi, hampir tiap pulang dari trip manapun, kecuali trip Sumatera Barat atau Lampung, sesampai di Jakarta saya biasanya mengalibrasi lidah dengan makanan Padang. Saya nggak terlalu pilih-pilih warung atau restoran yang mana, yang penting makanan Padang. Kenapa Lampung juga? Karena kalau ke Lampung berarti saya ke rumah orang tua, dan menu utama di rumah, ya, makanan Padang.

Orang tua saya berasal dari Sumatera Barat. Saya sendiri lahir di Lampung. Selain sajian di rumah, kalau makan di luar bersama keluarga kami sering makan di restoran Padang. Tapi entah kenapa saya nggak terlalu tahan dengan pedas, sampai-sampai sering diledek “Padang KW”. Beberapa menu makanan Padang favorit saya antara lain: ayam balado, ayam pop, gulai tunjang (kikil), gulai otak, ati balado, gulai jariang (jengkol), dan dendeng batokok. Ngeri, ya, kebayang kolesterolnya. Itu sebabnya, saya sekarang berusaha mengurangi makan beginian, walaupun lezatnya nggak ada yang bisa menandingi!





Note: Tema 28 Days Blogging Challenge ini adalah "makanan favorit". Sungguh, saya merasa bingung kalau harus menulis tentang makanan. 

4 comments:

  1. Coto makassar boleh lah jadi paporit manja, kalo gw ada rawon, soto madura .... Trus semalam lagi kangen pepes sama sayur urap.

    Kalo makanan padang last choice hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. kangen ke pepesnya udah terobati belum mz?

      Delete
  2. Hahaha... "Padang KW"!! Sama dong, gw juga sering disebut "Jawa murtad" karena ga suka gudeg & rawon. Gudeg selalu terlalu manis buat gw, yang katanya versi asin sekalipun.

    Makanan manado menurut gw paling enak dari semua makanan di Indonesia, disusul masakan Padang.

    Tapi comfort food gw selalu soto ayam lamongan, hihihi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. *tos murtad* :))
      gue sendiri gak begitu favoritin soto ayam, tapi soto kadipiro di jogja enak tuuuhh

      Delete